Minggu, 22 November 2015

Belenggu Hati?

Belenggu Hati?

Praaang...
Tiba-tiba terdengar piring jatuh dari dapur.
Apa-apaan sih ini masih pagi udah ribut-ribut? Ucap Ayahku dengan nada keras menuju kedapur.
SIAPA yang ribut? Jawab mama dengan nada tak kalah keras.
Kamu itu selalu aja cari masalah dan marah terus!
Siapa yang cari masalah? Siapa yang ga marah setiap hari kalau rumah tangga seperti ini?
Kamu itu maunya apa? Ga pernah mau diajak ngomong baik-baik. Terus aja marah dan buat malu ke tetangga yang lain kalau denger?
Biar aja dengar! Gimana mau ngomong kalau kamu aja emang ga pernah ngerti! CAPEEEK AKU!!! 23 tahun berumah tangga sama kamu tapi seperti ga punya kepala keluarga.
APA KAMU BILANG??? Seru ayahku dengan emosi.
UDAH CUKUUUP!!! BERHENTIII!!! Teriakku terbawa emosi mendengar pertengkaran mereka dan memegang tangan ayahku yang mau menampar mama.
AYO TAMPAR AJA!!! Tantang mamaku ke ayahku.
Kalian ini bisa ga sih ga ribut satu hari aja? Ga saling mengeluh? Aku juga capek dengernya dan ngerasainnya! Ucapku tanpa terasa air mataku sudah jatuh.
Itu lihat aja kelakuan mamamu! Kata ayah.
Udah ga usah main salah-salahan semuanya salah! Aku juga salah! Salah jadi anak yang ga bisa bahagiain orang tuaku sendiri dan selalu biarin hal ini terjadi terus-menerus. Kataku tak kuasa lalu berlari kekamar.
Fikiranku kalut hanya bisa satu-satunya tertuju pada Anisa dan langsung meneleponnya.
Assalamualaikum Nis. Ucapku ketika Anisa mengangkat teleponku.
Waalaikum salam, kenapa lin? Tanyanya.
Kamu dimana sekarang?
Aku ada dirumah aja kok.
Aku kerumah kamu ya?
Iya dengan senang hati. Kamu kesini aja. Tapi hati-hati dijalan dan tenangkan hatimu. Ucap Anisa seakan tahu apa yang sudah terjadi.
Iya pasti. Assalamualaikum. Salamku sebelum menutup telepon.
***
Assalamualaikum. Salamku saat sudah ada didepan rumah Anisa.
Waalaikum salam. Terdengar jawaban serempak dari dalam penghuni rumah.
Alinda? Ayo masuk kedalam! Kata Anisa yang membukakan pintu dan mempersilahkan masuk.
Ke taman belakang rumahku aja yuk! Ajaknya kedalam rumah. Kita selalu mengobrol disana jika sedang main kerumahnya karena dibelakang rumahnya ada gajebo tempat santai ditaman.
Kamu mau minum apa? Tanyanya.
“Tidak usah Nis. Jawabku singkat.
Udah kamu tunggu sebentar disini ya! Katanya dan langsung ke arah dapur yang dekat dengan taman.
Eh, ada Alin? Tanya ibunya yang menghampiriku.
Iya bu, Alin main ya! Ibu apa kabar? Tanyaku dan menyalami ibunya.
Alhamdulillah baik. Kamu gimana kabarnya? Tanyanya tersenyum.
Alhamdulillah baik bu. Ucapku sambil tersenyum meyakinkan baik-baik saja.
Alin, ini silahkan diminum dulu. Kata Anisa sambil menyuguhkan minuman.
Iya terima kasih ya Nis. Kataku tersenyum simpul.
“Ya sudah ibu tinggal ke dapur ya! Kalian santai aja disini. Ucap ibunya.
Iya bu. Kataku.
Kamu kenapa Alin? Kamu baik-baik aja kan? Tanyanya setelah ibunya berlalu.
Aku terdiam dengan pertanyaan itu. Bukan karena aku tidak tahu harus dari mana bercerita kepada Anisa. Tetapi aku malu karena dia pasti tahu apa yang terjadi dengan aku dan keadaan keluargaku. Karena dia sudah beberapa kali melihat keadaan yang seharusnya tidak perlu bahkan tidak boleh sama sekali terjadi disaat ada tamu yang berkunjung. Tetapi apalah daya kejadian itu pasti terjadi jika orang tuaku sedang berada dirumah.
Kamu jangan nangis Alin. Ucap Nisa dan memberiku tisu.
Aku capek Nis! Aku ga kuat! Kataku sesenggukan dan tangisku pecah tak terbendung.
Kamu ga boleh bilang seperti itu. Kamu kuat! Kamu nangis saja dulu sepuasmu sekarang. Katanya menenangkan dan memelukku.
Hanya bersama Anisa aku bisa seperti ini. Karena hanya dia satu-satunya sahabat terdekatku karena kami sudah bersama dari SD. Aku pun menangis dalam pelukannya. Hal itu pun selalu terjadi jika ada masalah apapun dalam hidupku atau hidupnya dia.
Anisa... aku bingung! Kataku setelah agak tenang.
Bingung kenapa? Tanyanya.
Aku bingung apa yang harus aku lakukan lagi?
Kamu sudah melakukan dengan baik lalu apa lagi?
Aku merasa aku adalah anak yang masih bisa membahagiakan orang tuaku. Disatu sisi juga tuntukan menikah dari orang tuaku membuatku bingung. Aku ga tau harus melakukan apa dan bagimana?
Kamu sudah membahagiakan orang tuamu kok. Tapi maaf aku bicara lancang. Aku tau keadaan keluarga kamu tapi itu bukan karena kamu. Itu terjadi karena tidak ada komunikasi  yang baik diantara orang tuamu. Ucapnya.
Tapi kenapa selalu begini? Kataku agak kesal karena pertengkaran yang selalu terjadi.
Nak. Tiba-tiba terdengar suara ibunya Anisa yang berjalan ke tempat kami.
Maaf bukan ibu bermaksud menguping pembicaraan kalian tadi. Ibu hanya ingin menjelaskan saja kepada Alin. Katanya tenang dan berada disampingku menggenggam tanganku.
Enggak bu, bukan salah ibu. Kataku pelan menahan tangis. Ibunya Alin membuatku ingin menangis lagi. Beliau sudah aku anggap seperti ibuku sendiri. Beliau juga selalu menenangkanku jika ada permasalahan dan aku cerita padanya.
Ibu bukan mau ikut campur atau apapun. Ibu hanya ingin menjelaskan kepadamu Alin.
Iya bu, Alin mengerti.
Nak, terkadang permasalahan keluarga memang tidak mudah tetapi juga tidak selalu rumit. Semua terjadi kerumitan jika kita tidak ada komunikasi yang baik antara anggota keluarga atau karena diawal mengambil keputusan-keputusan yang dijatuhkan karena berfikir itu hal terbaik yang dilakukan. Itu terjadi karena sebagian orang menganggap jalan keluarnya tanpa berfikir permasalahannya dikemudian hari. Ya, seperti itulah yang terjadi dikeluarga Alin dan sekarang Alin juga menghadapi hal tersebut. Katanya menasihati perlahan.
Maksudnya bu? Tanyaku tak mengerti.
Begini Alin dan kamu juga Nisa. Tidak hanya dalam keluarga saja. Kita ambil contoh saja kamu akan membentuk sebuah organisasi dan kalian tidak tahu siapa lagi yang bisa membantu kalian tanpa dirundingkan dan dibicarakan maksud organisasi itu dijalankan atau dibuat untuk apa visi dan misi dikedepannya. Lalu kalian mengambil keputusan saat kalian yakini orang yang sudah biasa memimpin sebuah acara atau organisasi kalian ambil dia sebagai ketuanya. Tanpa berunding lagi dan orang tersebut menerima maka kalian jalankanlah. Tetapi diperjalanan kalian tetap sama tidak saling berkomunikasi maka akan selalu saja terjadi permasalahan dan melibatkan orang-orang didalam organisasi tersebut ikut kedalam permasalahannya. Baik kecil atau besar maka semua akan menjadi rumit. Nah, seperti itu sebuah keluarga. Jika kalian pilih diawal karena menurut kalian bisa memimpin keluarga kalian nantinya tanpa ada komunikasi maka kalian juga akan mengalami hal tersebut. Ibu bukan menyalahkan salah pilihan karena ibu mendengar dari ibumu sendiri Alin beliau menikah karena tuntutan keluarga dan berfikir ayahmu bisa menjadi pemimpinya karena sudah sering ibumu melihat ayahmu mempimpin dalam acara atau organisasi lain berhasil. Selain itu ibumu juga berfikir ayahmu yang sudah siap ada materi dan akan berjuang bersama nantinya tetapi tidak ada komunikasi jadi seperti ini. Sama seperti yang kamu alami sekarang, kamu dituntut menikah juga dan kamu tidak tau pilihan kamu. Jelasnya.
Tetapi kenapa harus ribut terus bu? Alin malu! Alin ga kuat! Alin capek! Ucapku meluapkan amarah.
Alin, kamu ga boleh seperti itu. Seharusnya kamu menjadi penengah diantara mereka. Kamu seharusnya bisa menjadi jembatan mereka untuk berkomunikasi. Ya, ibu tau kamu tidak bisa melakukannya karena kamu juga tidak tahu harus dari mana memulainya karena yang tertanam diperasaan dan pikiranmu sejak kecil kamu takut dan tak bisa melakukannya. Padahal kamu bisa tetapi mindset kamu sudah seperti itu dan menurut saja dengan orang tuamu. Itu baik, tapi kamu juga punya hak berbicara. Sekarang apa yang sebenarnya hati kecil kamu ingini? Tanyanya berusaha menenangkanku.
Aku mau mereka tidak bertengkar lagi! Aku mau mereka tidak memaksaku untuk segera menikah! Aku mau punya keluarga harmonis karena aku takut nanti aku akan menjalani keadaan seperti yang selama ini aku rasakan jika berkeluarga nanti. Kataku meluapkan isi hati dan kekhawatiranku.
Alin, dengar ibu ya! Jika kamu mau mereka tidak bertengkar lagi maka kamu harus bisa jadi jembatan komunikasi dan kamu juga harus bisa sedikit-sedikit berkomunikasi. Coba kamu lakukan hal itu seperti kamu melakukannya kepada bapak, ibu dan Nisa saat kamu sedang berkumpul bersama kami. Kamu pasti bisa Alin. Ucapnya meyakinkanku.
Iya bu, mungkin akan Alin coba. Tapi bagaimana dengan tuntutan mereka?
Bukan dicoba sayang, tapi harus dilakukan. Soal tuntutan mereka apa kamu sudah siap?
Belum bu, Alin belum siap dan Alin bingung bagaimana menjelaskan ke mereka?
“Tadi seperti yang ibu bilang. Kamu harus jadi penjembatan komunikasi dan nanti akan mengalir saja percakapan kalian jika sudah terbiasa. Nanti kamu juga akan dengan sendirinya mencurahkan isi hati kamu Alin. Coba ibu tanya kamu apa sih pernikahan itu?
Menurut Alin pernikahan itu bukan hanya sebuah menyatukan hubungan kedua orang untuk menjadi satu dan berjalan bersama. Tetapi menyatukan hati, jiwa, pikiran mereka dan bukan mereka saja tetapi keluarga, orang yang ada disekitar mereka dan lingkungan kehidupan mereka disatukan. Mereka juga menjalani komitmen hidup. Bukan perjanjian tetapi sebuah pondasi yang dari awal harusnya mereka sama-sama tau apa keinginan masing-masing dan bagaimana solusinya dari awal sebelum melangkah dan menikah agar disaat kemudian hari mereka menghadapi permasalahan juga tidak pecah. Kataku.
Ya, memang menikah bukan menyatukan dua orang saja tetapi semuanya. Jika kamu mau menikah kamu pilih hatimu atau hartamu? Lalu siapa yang akan kamu pilih?
Aku selama ini hanya ingin hati bu. Aku ingin mempunyai seutuhnya hati tetapi aku juga tidak ingin ekonomi merusak segalanya nanti jika aku tidak memikirkan itu. Jawabku.
Lalu siapa yang kamu pilih? Ibu tau kamu teramat sangat mencintai Radit tetapi dia belum siap materi, dilain sisi ada Hardi yang menyayangi kamu dan kamu pernah menyayangi dia tetapi materinya cukup walaupun lebih atau Dirga yang kamu tidak punya perasaan tetapi materinya lebih? Tanya ibu yang tahu semua nama lelaki yang mendekati atau dekat denganku.
Sampai saat ini aku menunggu Radit bu! Tetapi itu mustahil sampai kapan aku menunggu dan apa dia yang sedang berjuang disana perasaannya masih sama dulu yang ingin hidup dan berjuang bersama sementara sampai saat ini dia seperti menjauh dariku. Jelasku.
Sudahlah kamu sudah banyak kecewa karena Radit. Kamu harus mencari bahagiamu nak.
Iya bu, tetapi hatiku memilih dia! Kataku bersikeras.
Jika kamu meilih Radit kenapa kamu bisa memiliki hati lain? Hati untuk Hardi? Tanya ibu.
Iya bu, aku juga tidak tahu itu terjadi begitu saja.
Bukan seperti itu. Kamu tau siapa yang dapat menjagamu dan menyayangimu. Ibu tau kamu punya perasaan terhadap Hardi walaupun tak sebesar kepada Radit tetapi kelamaan perasaan mu terhadapnya akan lebih. Kadang cinta tidak harus merasa besar diawal. Cinta itu bisa tumbuh besar lama kelamaan jika bersama dan dipupuk rasa sayang. Bukan ibu menyuruhmu memilih Hardi tetapi memang seperti itu. Kamu juga akan memiliki keluarga yang kamu ingini jika bersama dia karena ibu melihat dia amat sangat menyayangimu. Tetapi semua ada di kamu Alin. Ucapnya.
Hatiku dan pikiranku terbuka. Iya bagaimana bisa aku menyayangi Hardi disaat aku mencintai Radit. Ya, semua itu terjadi karena aku pernah jatuh hati pada Hardi. Jika memang harus memilih dan nantinya aku memutuskan aku akan memilih Hardi. Itu pun jika dia masih mempunyai terus perasaan yang sama meskipun tau aku mencintai Radit sampai saat ini. Tetapi aku tak menjamin juga karena cinta tidak cukup dan bisa menghilang. Ya. Aku akan memilih Hardi karena dia punya hati untukku dan materi yang cukup walaupun tak sebesar Dirga. Setidaknya aku akan punya hati nantinya untuk dia. Hati itu perlu tetapi materi akan menjadi hal utama. Setidaknya ada sedikit hati saja yang akan terbangun nantinya.


Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen Pilih Mana : Cinta Atau Uang? # KeputusanCerdas yang diselenggarakan oleh www.cekaja.com dan Nulisbuku.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar